Kuliah Psikolog Online

Kuliah Psikolog Online

Mencari dukungan sosial

Cara mengatasi kecanduan judi online berikutnya, kata Elina, seseorang dapat berbicara dengan keluarga, teman, atau bergabung dengan kelompok pendukung, seperti Gamblers Anonymous (GA).

Hal ini diyakini bisa membantu seseorang untuk memperoleh dukungan emosional dan pemahaman tentang kecanduan.

Menggantikan Judi dengan aktivitas positif lain

Di samping itu, Elina menyarankan, seseorang bisa mulai mengembangkan hobi baru, berolahraga, atau kegiatan yang dapat memberikan kepuasan tanpa risiko.

Hal tersebut diyakini dapat menjadi alternatif untuk menggantikan dorongan berjudi.

Membatasi akses dan menggunakan teknologi pencegahan

Ia mendorong seseorang yang telah menyadari memiliki gangguan kecanduan judi online untuk segera saja membatasi akses dan memanfaatkan teknologi pencegahan.

”Menggunakan aplikasi atau program yang dapat memblokir situs judi online dapat membantu mengurangi godaan untuk berjudi. Membatasi akses juga dapat dilakukan dengan meminta bantuan orang lain untuk mengawasi perilaku online,” jelasnya.

Baca juga: Psikiater Indonesia Ungkap Bansos untuk Orang Kecanduan Judi Bukan Solusi

KOMPAS.com – Baru-baru ini, masyarakat kerap mengaitkan game online, khususnya kategori simulasi, dengan judi online. Sebab, meski tidak menggunakan uang layaknya judi online, beberapa pemain game online tetap bertaruh dengan uang sungguhan di luar platform.

Kondisi tersebut memunculkan stigma buruk terhadap game online. Padahal, bermain gim memiliki manfaat positif.

Psikolog Wahyu Aulizalsini menjelaskan bahwa bermain gim dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengurangi stres jika dimainkan dengan santai dan dinikmati, serta melatih keterampilan teknologi bagi pemain.

“Di era digital, game online sangat diminati. Oleh sebab itu, masyarakat perlu kontrol diri yang tepat agar tidak kecanduan, tapi justru memberikan dampak positif,” ucap Wahyu dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/6/2024).

Dia juga berharap agar pengguna tetap mematuhi peraturan dengan memainkan gim sesuai usia.

Sebagai upaya untuk mengatur industri gim di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Informatika Nomor 2 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Gim.

Peraturan itu bertujuan untuk mengklasifikasikan gim berdasarkan usia pengguna dengan kriteria jelas tentang konten yang dapat diakses oleh setiap kelompok usia.

Klasifikasi gim tersebut juga didasarkan pada berbagai faktor, termasuk konten yang berpotensi merugikan, seperti rokok, alkohol, narkotika, kekerasan, dan judi.

Adapun gim yang melibatkan unsur simulasi dan/atau kegiatan pertaruhan atau peruntungan akan dikategorikan untuk usia 18 tahun ke atas. Penerbit gim juga diwajibkan melakukan klasifikasi ulang saat terjadi pembaruan konten.

Pakar Hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan bahwa regulasi yang menetapkan usia minimal 18 tahun untuk bermain gim dengan unsur taruhan tanpa keterlibatan uang adalah langkah penting.

“Namun, yang paling krusial adalah memastikan bahwa tidak ada keterlibatan uang serta tidak melanggar norma sosial, agama, dan kesusilaan yang berlaku,” ucap Trubus.

Dia juga menyoroti pentingnya jaminan usia untuk mencegah remaja bermain gim yang tidak sesuai sambil menggarisbawahi bahwa pengawasan harus dilakukan secara ketat untuk mencegah penyalahgunaan, baik oleh pemain maupun platform penyedia.

“Peraturan ini (sudah) baik dan penting untuk memberikan batasan yang jelas antara platform judi online dan game online. Semoga masyarakat dapat memahami perbedaannya dan tidak terjebak dalam aktivitas perjudian,” tegas Trubus.

Untuk diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah melakukan tindakan proaktif dengan memblokir sekitar 1,5 juta situs terkait perjudian sejak Juli 2022 hingga Maret 2024.

TEMPO.CO, Jakarta - Perilaku judi online dapat memicu gangguan kesehatan mental, bahkan bisa berujung depresi. Demikian menurut psikolog di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Mirta Yolanda.

"Tidak hanya dari sisi psikologis, judi online juga berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat," kata Yolanda di Tanjungpinang, Kamis, 10 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebut judi dalam aspek psikologis mengacu pada suatu hal atau rangkaian yang sering kali diulang, khususnya untuk melakukan judi online. Siklusnya bermula dari tahap ketertarikan, keterlibatan, lalu semakin kecanduan, dan akhirnya memunculkan suatu dampak negatif bagi penjudi tersebut.

Menurut Yolanda, biasanya orang pertama kali bermain judi online karena ada penguatan positif, di mana ada kemenangan atau hasil positif awal dari perilaku judi online yang diperoleh sehingga merasa ada kepuasan dan akhirnya memunculkan dorongan untuk terus berjudi untuk mencapai sensasi yang sama. Padahal, hal itu adalah kesalahan kognitif atau kesalahan pola pikir penjudi online yang merasa bisa mengontrol permainan tersebut namun sebenarnya hanya ilusi saja dari kontrol yang diyakininya.

"Karena ada kesalahan kognitif itulah seseorang ingin melakukan judi online secara terus menerus. Tujuannya ingin mendapatkan sensasi bahagia tadi, yaitu kemenangan," ujarnya.

Dampak kesehatan mentalYolanda mengatakan ada beberapa dampak buruk judi online pada kesehatan mental seperti hilang kontrol, menghabiskan waktu dan uang, serta memicu stres, dan kecemasan ketika kalah. Bahkan, dampak stres dan kecemasan itu bisa berujung depresi karena muncul perasaan bersalah, menyesal, dan putus asa yang kemudian bisa saja mengarah pada tindakan bunuh diri akibat kalah berjudi online.

Stres dan kecemasan yang tidak segera ditangani akan memicu tindakan isolasi sosial, di mana orang lebih menjauhkan diri dari lingkungan sosial, teman, keluarga dan kerabat karena menghabiskan diri di depan layar ponsel saja. Ia mengatakan tidak mudah memberikan edukasi terhadap orang-orang yang sudah tercebur ke judi online, apalagi sudah kecanduan berlebihan.

Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memberikan kesadaran akan risiko dan bahaya judi online, antara lain memberikan pemahaman jika judi bisa memperburuk mental hingga menimbulkan kecemasan berlebih, ekonomi terganggu, serta merusak hubungan sosial. Selain itu, bisa juga merekomendasikan konsultasi kepada psikolog agar masalah perilaku judi online bisa teratasi.

"Para pelaku judi online memerlukan dukungan dari orang-orang maupun lingkungan terdekat guna membantu mereka keluar dari perilaku negatif yang berdampak pada kesehatan mental tersebut," papar Yolanda.

Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan tak kurang dari 197.000 anak Indonesia terlibat judi online sepanjang 2024. Anak-anak yang terpapar judi online berada di rentang usia 11-19 tahun.

Psikolog Irma Gustiana mengamini bahwa remaja punya rasa ingin tahu yang besar. Karena itu, godaan untuk ingin mencoba judi online terkadang bisa muncul. Namun, ia menegaskan dampak judi online bisa berbuntut panjang.

Ganggu Kesehatan Mental

Irma mengingatkan, judi online mengganggu kesehatan mental remaja. Sebab, judi online pada dasarnya akan menciptakan ketergantungan atau kecanduan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, judi online pada dasarnya hanya memberikan reward sesaat. Saat melakukan judi online, terlebih menang, hormon dopamine dirilis di otak.

'Hormon senang' ini memicu anak remaja yang terlibat judi online untuk kembali merasakan efek senang dengan kembali berjudi kendati sempat kalah dan kembali kalah berkali-kali.

Harapannya, ia bisa menang, mendapat keuntungan finansial, menutupi kerugian, dan merasakan kesenangan lagi. Sedangkan jika tidak berjudi lagi, sang anak jadi merasakan kecemasan.

Kecenderungan tersebut berkaitan dengan konsep gambler's fallacy. Irma menjelaskan, gambler's fallacy terjadi saat penjudi percaya ia akan menang karena sudah berkali-kali kalah.

"Pelepasan hormon dopamine menimbulkan euforia, happy, seneng banget. Akibatnya, otak akan (memicu penjudi online) melakukan pola yang sama (kembali berjudi). Biasanya, kalau sudah di level awal, akan ada peningkatan. Penasaran," kata Irma dalam gelar wicara pemutaran film Kemenangan Sejati di CGV fX, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (2/12/2024).

Dalam film tersebut, Gio (Muzakki Ramdhan) juga terjebak pada gambler's fallacy saat masih duduk di bangku SMA. Kendati sudah kalah judi, ia masih mencoba mencari uang kesana-kemari demi bisa merasakan menang judi lagi.

"Bicara judi online, ada gambler fallacy. Untung-untungan. 'Sekarang gapapa deh saya rugi, pasti besok saya beruntung.' Pasti ada seperti itu. Seperti di film, nyoba lagi, nyoba lagi, karena apa? Sekarang gagal, (berpikir) besok dapat lagi, padahal besoknya nggak dapat," imbuh Irma.

Irma menegaskan, aktivitas menang-kalah pada judi online pun memicu stres finansial.

"(Kepikiran) gimana caranya bisa mendapatkan uang sehingga saya bisa melakukan aktivitas perjudian kembali," ucapnya.

Relasi dengan sosial pun terdampak judi online. Irma mencontohkan, pada film Kemenangan Sejati, tindakan-tindakan Gio yang ketergantungan judi online membuat hubungan dengan teman dan keluarga jadi jauh.

"Hubungan pertemanan, hubungan dengan keluarga jadi jauh, karena pasti ada rasa malu, rasa bersalah ke keluarga, sehingga ini membuat dia melakukan aktivitas ini lagi," ucapnya.

Irma mengatakan ketergantungan pada judi online juga berisiko memicu anak dan remaja melakukan tindak kriminalitas demi mendapatkan uang modal untuk kembali berjudi.

"Jadi masuk ke ranah hukum. Jadi memang kompleks sekali (masalah judi online ini)," ucapnya.

Saat seorang anak hendak keluar dari lingkaran judi online, rasa cemas pun bisa kembali muncul. Kondisi yang disebut 'gejala putus' ini berisiko membuat sang anak melakukan judi online lagi.

Untuk itu, ia mengingatkan agar pelajar dan masyarakat tidak mencoba judi online. Sebab, mencoba judi online dan lebih-lebih menang, kendati hanya berawal dari penasaran, bisa memicu otak jadi ketergantungan.

"Setiap kalian menolak dan tidak mau melakukan aktivitas judi online, sebetulnya kalian sedang membangun masa depan yang lebih baik dan lebih bahagia," pungkasnya.

Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi., menyatakan seseorang yang kecanduan judi online (daring) bisa disembuhkan dengan sejumlah cara, tetapi, prosesnya tidak instan.

"Kecanduan judi daring ini bisa disembuhkan tapi, tidak, instan. Kembali lagi seberapa niat kita untuk bisa keluar dari kecanduan itu," ujar psikolog lulusan Universitas Indonesia itu saat dihubungi ANTARA, Rabu.

Nirmala menjelaskan bahwa kecanduan judi daring merupakan suatu adiksi yang bisa mempengaruhi pola berpikir seseorang. Kesenangan sesaat dari permainan judi dapat memberikan dorongan emosional yang membuat individu merasa lebih baik, meskipun hanya sesaat.

Emosi sesaat itulah yang membuat individu lambat laun mengalami kecanduan terhadap judi daring.

Baca juga: Literasi digital terus digiatkan cegah korban judi online bertambah

Dalam upaya untuk terlepas dari kecanduan judi daring, kata Nirmala, selain terapi perubahan perilaku yang umum digunakan, pendekatan psikoterapi juga disarankan. Psikoterapi membantu menggali dan memproses emosi yang mendorong perilaku berjudi.

Dengan memahami akar emosional dari kecanduan, individu dapat lebih efektif mengatasi dorongan untuk berjudi. Cara untuk memproses emosi menurut sang psikolog bisa dilakukan dengan berbagai metode, seperti Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) dan hipnoterapi.

Nirmala mengatakan bahwa perjalanan menuju pemulihan bukanlah hal yang instan. Lama proses tergantung pada motivasi dan komitmen individu itu sendiri.

Adiksi memiliki potensi untuk kambuh, oleh karena itu, kata dia, prosesnya harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.

"Makanya prosesnya perlu pelan-pelan. Perubahan perilaku juga harus pelan-pelan. Proses dulu emosinya, proses dulu perubahan perilakunya sampai dia benar-benar tidak lagi melakukannya," kata Nirmala.

Selain itu, untuk lepas dari kecanduan judi daring, perlu juga dibangun perilaku baru yang lebih adaptif dan bermanfaat, seperti berolahraga atau kegiatan lainnya yang lebih positif. Apabila seseorang mengalami kecanduan judi daring, langkah pertama yang disarankan adalah mencari bantuan dari orang-orang terdekat.

Berbicara dengan orang yang dapat dipercaya dan mencari dukungan dari lingkungan terdekat dapat menjadi langkah awal yang penting. Mengunjungi psikolog atau terapi juga dapat membantu dalam proses pemulihan, tetapi ,dukungan dari lingkungan terdekat dinilai memiliki peran krusial dalam mengatasi kecanduan judi daring.

"Orang-orang inilah yang akan mendampingi dia untuk membantu dari kondisi kecanduan. Jadi intinya jangan malu mencari bantuan," kata Nirmala.

Baca juga: Menkominfo ungkap judi slot rugikan masyarakat Rp27 triliun per tahun

Baca juga: Kemkominfo putus akses 886.719 konten judi online lima tahun terakhir

Baca juga: Kemenkominfo imbau masyarakat aktif laporkan konten judi online

Pewarta: Fathur RochmanEditor: Natisha Andarningtyas Copyright © ANTARA 2023

Kepulauan Bangka Belitung

SMA Negeri 1 Tanjung Pandan, Jalan Gatot Subroto, Tanjung Pandan, 33415, Belitung

0719 2180 2/0853 2934 1275

SOLO, KOMPAS.com – Penyebab kecanduan judi online ada beragam faktor. Begitu juga dengan cara mengatasi kecanduan judi online.

Informasi tersebut kiranya penting diketahui terutama bagi mereka yang merasa mengalami gangguan itu ataupun keluarga yang merasa memiliki kerabat dengan kecanduan judi online.

Psikolog Klinis Anak dan Keluarga di RSUD Dr. Moewardi Solo, Elina Raharisti Rufaidhah, S.Psi,. MA., Psikolog, menjelaskan kencanduan judi adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat mengendalikan dorongan untuk berjudi meskipun menyadari dampak negatif yang ditimbulkannya.

Baca juga: Bagaimana Seseorang Dikatakan Kecanduan Judi? Ini Penjelasannya...

Menurut dia, dari sudut pandang psikologi, kecanduan judi online dapat terjadi karena beberapa faktor.

Berikut penjelasan mengenai faktor penyebab kecanduan judi online tersebut:

Efek penguatan (reinforcement)

Menurut Elina, judi online telah memanfaatkan prinsip penguatan variabel, di mana hadiah diberikan secara acak dan tidak dapat diprediksi.

”Pola ini membuat pemain terus-menerus berharap untuk menang, bahkan setelah beberapa kali kalah, karena otak mengaitkan sensasi euforia dengan kemungkinan mendapatkan hadiah,” jelasnya saat diwawancarai Kompas.com pada Kamis (10/10/2024).

Elina menerangkan, ketika seseorang berjudi, otaknya cenderung akan melepaskan dopamin, yaitu senyawa kimia pembawa pesan (neurotransmitter) yang berkaitan dengan rasa senang dan kepuasan.

”Aktivitas ini dapat menciptakan dorongan kuat untuk terus berjudi guna mengejar sensasi yang sama, meskipun mengalami kerugian,” terang dia.

Baca juga: Apakah Kecanduan Judi Harus Rehabilitasi? Ini Penjelasannya...

Menurut Elina, banyak orang yang berjudi memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mengendalikan hasil atau peluang menang, meski sebenarnya judi online sepenuhnya berbasis keberuntungan.

”Ilusi ini meningkatkan rasa percaya diri dan mendorong mereka untuk terus bermain,” jelas dia.

Pengenalan masalah dan kesadaran diri

Menurut Elina, langkah pertama adalah orang tersebut perlu mengakui terdapat masalah kecanduan.

"Seseorang perlu menyadari dampak negatif dari judi online terhadap kehidupan pribadi, sosial, dan finansialnya,” terangnya.

Pengaruh emosi negatif

Elina berpandangan, banyak orang berjudi untuk mengalihkan perasaan cemas, stres, atau depresi.

”Judi telah dianggap sebagai pelarian dari kenyataan yang pada akhirnya membentuk kebiasaan dan berisiko menyebabkan kecanduan,” ujarnya.

Baca juga: Siapa yang Berisiko Mengalami Kecanduan Judi? Ini Penjelasannya...

Konsultasi dengan ahli psikologi atau psikiater

Jika kecanduan sudah sangat parah, konsultasi dengan ahli profesional dapat memberikan penanganan lebih lanjut, seperti terapi intensif atau penggunaan obat untuk mengatasi gejala kecanduan.

Elina menegaskan, pendekatan komprehensif yang mencakup intervensi psikologis dan dukungan sosial adalah kunci utama dalam membantu seseorang pulih dari kecanduan judi online.

Begini Pendapat Psikolog Srini Priyanti Tentang Maraknya Judi Online

Reporter: Ade Gustiana|

Editor: Leni indarti hasyim|

PENDAPAT PSIKOLOG: Srini Priyanti, Psikolog dari PPT RSD Gunung Jati Cirebon, dan ilustrasi pelaku judi online.-ADE GUSTIANA-radarcirebon.com

BACA JUGA:Sekda Jabar Konsolidasi BKPSDM - BKD Kabupaten dan Kota Dorong ASN Jaga Kinerja Terbaik untuk Masyarakat

Namun, karena dorongan impulsif tersebut, mereka kehilangan kendali diri dan sering kali melibatkan diri dalam tindakan kriminal, bahkan mencoba untuk mendapatkan uang dengan cara-cara lain, seperti pinjaman online.

"Akhirnya, mereka terjerat dalam lubang hutang yang semakin dalam, yang pada akhirnya bisa menyebabkan depresi," tambahnya.

Yanti menekankan bahwa peran keluarga sangat penting dalam kasus-kasus ini. Keluarga harus memberikan dukungan yang kuat serta memahami permasalahan yang dihadapi oleh pecandu judol.

"Peran keluarga sangat penting, mereka bisa berkontribusi besar dalam terapi keluarga untuk memahami permasalahan kecanduan judi online ini," jelas Yanti.Pengawasan ketat dari keluarga juga sangat diperlukan.

BACA JUGA:Indonesia vs Filipina Siap Ulangi Momen 2013

Dalam proses terapi, pecandu judol tidak diperkenankan untuk menyimpan uang atau mengakses internet dalam jangka waktu tertentu, biasanya sekitar 6 bulan."Proses ini diperlukan untuk membantu mereka pulih dari kecanduan," tukas Yanti. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Buat Kata Sandi Biar Akunmu Terlindungi

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Lainnya

Edukasi Terakhir SD SMP SMA/SMK D1 D3 S1/D4 S2 S3

Profesi Belum Bekerja Pelajar Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Penyedia Jasa (Guru/Dokter/Lawyer/Peneliti/Lainnya) Freelance Karyawan Swasta Pegawai Negeri Sipil BUMN

Profile.marital Belum Menikah Menikah Cerai Mati Cerai Hidup

Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lainnya

Pilih Negara Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antarctica Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Australia Austria Azerbaijan Bahamas Bahrain Bangladesh Barbados Belarus Belgium Belize Benin Bermuda Bhutan Bolivia Bosnia and Herzegovina Botswana Bouvet Island Brazil British Indian Ocean Territory Brunei Darussalam Bulgaria Burkina Faso Burundi Cambodia Cameroon Canada Cape Verde Cayman Islands Central African Republic Chad Chile China Christmas Island Cocos (Keeling) Islands Colombia Comoros Congo Congo, The Democratic Republic of the Cook Islands Costa Rica Cote D'Ivoire Croatia Cuba Cyprus Czech Republic Denmark Djibouti Dominica Dominican Republic Ecuador Egypt El Salvador Equatorial Guinea Eritrea Estonia Ethiopia Falkland Islands (Malvinas) Faroe Islands Fiji Finland France French Guiana French Polynesia French Southern Territories Gabon Gambia Georgia Germany Ghana Gibraltar Greece Greenland Grenada Guadeloupe Guam Guatemala Guernsey Guinea Guinea-Bissau Guyana Haiti Heard Island and Mcdonald Islands Honduras Hong Kong Hungary Iceland India Indonesia Iran Iraq Ireland Isle of Man Israel Italy Jamaica Japan Jersey Jordan Kazakhstan Kenya Kiribati Korea, DPR Korea, Republic of Kuwait Kyrgyzstan Laos Latvia Lebanon Lesotho Liberia Libya Liechtenstein Lithuania Luxembourg Macao Macedonia, The Former Yugoslav Republic of Madagascar Malawi Malaysia Maldives Mali Malta Marshall Islands Martinique Mauritania Mauritius Mayotte Mexico Micronesia, Federated States of Moldova, Republic of Monaco Mongolia Montserrat Morocco Mozambique Myanmar Namibia Nauru Nepal Netherlands Netherlands Antilles New Caledonia New Zealand Nicaragua Niger Nigeria Niue Norfolk Island Northern Mariana Islands Norway Oman Pakistan Palau Palestine Panama Papua New Guinea Paraguay Peru Philippines Pitcairn Poland Portugal Puerto Rico Qatar Reunion Romania Russian Federation Rwanda Saint Helena Saint Kitts and Nevis Saint Lucia Saint Pierre and Miquelon Saint Vincent and the Grenadines Samoa San Marino Sao Tome and Principe Saudi Arabia Senegal Serbia and Montenegro Seychelles Sierra Leone Singapore Slovakia Slovenia Solomon Islands Somalia South Africa South Georgia and the South Sandwich Islands Spain Sri Lanka Sudan Suriname Svalbard and Jan Mayen Swaziland Sweden Switzerland Syrian Arab Republic Taiwan, Province of China Tajikistan Tanzania, United Republic of Thailand Timor-Leste Togo Tokelau Tonga Trinidad and Tobago Tunisia Turkey Turkmenistan Turks and Caicos Islands Tuvalu Uganda Ukraine United Arab Emirates United Kingdom United States of America United States Minor Outlying Islands Uruguay Uzbekistan Vanuatu Vatican Venezuela Vietnam Virgin Islands, British Virgin Islands, U.S. Wallis and Futuna Western Sahara Yemen Zambia Zimbabwe

Pilih Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara P A P U A Papua Barat